The Endless Chronicle
@Yuraisu
ID|Chapter 0 – Prologue: The Awakening of the Chronicle
Ujan turun tanpa henti di atas reruntuhan kota tua Eldara, menutupi batu-batu retak dengan lapisan air yang berkilauan. Dinding-dinding istana yang dulunya megah kini berdiri setengah roboh, lumut hijau menjalar di setiap retakan seperti urat yang menutupi luka kuno. Kota itu hening, seolah menahan napas setelah ribuan tahun dilupakan oleh dunia.
Di tengah reruntuhan itu berdiri seorang pemuda. Tubuhnya gemetar, napasnya berat. Namanya adalah (Aurelis Kael). Ia tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di sini. Ingatannya kabur, potongan demi potongan seperti halaman buku yang hilang. Namun satu hal jelas: kesepian yang menekan dadanya, pekat seperti kabut yang melingkupi reruntuhan.
Setiap langkahnya berat, kaki menapak di jalan berbatu yang licin oleh hujan. Sepatu lusuhnya terendam lumpur, tapi ia tidak peduli. Dalam kepalanya hanya ada satu pertanyaan:
—Siapa aku sebenarnya?
Hujan yang terus mengguyur seakan menyingkirkan seluruh dunia. Dan di ujung aula yang runtuh, di atas singgasana batu yang pecah, sesuatu menangkap pandangannya. Sebuah buku—hitam pekat, tampak tak lazim, dan anehnya, tidak basah sama sekali. Tetesan hujan mengalir di sekitarnya, tapi sampulnya tetap kering, seakan menolak keberadaan air.
Aurelis melangkah mendekat. Jantungnya berdetak kencang, bukan karena takut, tapi karena ada sesuatu pada buku itu—sesuatu yang memanggilnya.
“Ambil.”
Suara itu samar, seperti desahan angin melalui lorong sempit. Aurelis tersentak. Ia menoleh ke kanan, ke kiri—tidak ada seorang pun.
“Ambil aku, Aurelis…”
Suara itu terdengar lagi, kali ini jelas di dalam kepalanya. Aurelis mundur, terkejut.
“Siapa—?! Bagaimana kau tahu namaku?”
Tidak ada jawaban. Hanya hujan yang terus turun. Namun buku itu kini bergetar lembut, seolah merespons panggilannya.
Dengan tangan bergetar, Aurelis mengulurkan jarinya ke sampul buku itu. Dinginnya menusuk kulit, lebih dingin daripada es yang tersisa di musim dingin. Ia membuka halaman pertama, dan tinta hitam menari di permukaan kertas, menuliskan kalimat demi kalimat, seakan hidup sendiri:
[Hari ini, Aurelis tercatat sebagai yang terpilih.]
Aurelis ternganga. Itu namanya, tertulis dengan tinta yang masih basah, seolah baru saja dipahat oleh tangan tak kasatmata.
“Tidak… ini tidak mungkin…” gumamnya, suara hampir tenggelam oleh hujan.
Halaman itu bergetar lagi, dan kata-kata baru muncul:
[Aku adalah Chronicle. Aku menulis kisah yang tidak pernah berakhir. Mulai sekarang, kau adalah bagianku.]
Napas Aurelis memburu. Ia menjatuhkan buku itu, namun buku itu tidak jatuh. Ia melayang di udara, halaman-halamannya berputar cepat, menimbulkan suara bisikan-bisikan samar.
“Setiap nama yang kucatat… akan menjadi bagian dari kisah yang lebih besar.”
Bisikan itu bukan hanya satu suara. Ribuan suara, seperti jiwa-jiwa yang hilang, bergabung dalam simfoni yang menjerat pikirannya. Aurelis menutupi telinganya.
“Diam! Diam!”
Namun semakin ia menolak, semakin jelas suara itu. Potongan kalimat muncul di kepalanya—nama-nama asing, kisah-kisah yang bukan miliknya. Peperangan, pengkhianatan, penyesalan, cinta, kematian. Semua membanjir, menjerat pikirannya.
Lalu tiba-tiba, hening.
Hanya satu kalimat tersisa di halaman yang terbuka:
[Kau bukan yang pertama.]
Aurelis membeku. Kata-kata itu menusuk lebih dalam daripada pedang mana pun.
“Apa maksudmu?” bisiknya, suaranya bergetar.
Buku itu menutup perlahan, melayang tenang di hadapannya, seolah menunggu untuk dibuka kembali. Langit bergemuruh. Petir menyambar menara runtuh, menerangi kota mati itu sesaat. Dalam kilatan cahaya, Aurelis melihat sosok-sosok samar berdiri di antara bayangan. Siluet manusia, tapi wajah mereka kabur, seakan dihapus.
Ia mundur ketakutan.
“Siapa kalian?!”
Tidak ada jawaban. Saat cahaya petir padam, sosok-sosok itu lenyap. Hanya hujan dan buku hitam yang tetap melayang, menunggu pemilik barunya menerima takdirnya.
Aurelis menutup mata, mencoba menenangkan napas. Tangan gemetar, ia mengulurkan lagi, menggenggam buku itu. Dan pada saat yang sama, tanda hitam muncul di punggung tangannya—sebuah simbol melingkar seperti roda waktu yang pecah.
Tubuhnya terhuyung. Dunia di sekitarnya bergetar, seakan realitas sendiri mengakui ikatan baru ini.
“Selamat datang, Aurelis. Kisahmu baru saja dimulai.”
Halaman kosong berikutnya terbuka. Menunggu langkah pertama seorang pemuda yang bahkan belum mengenal dirinya sendiri.
新規登録で充実の読書を
- マイページ
- 読書の状況から作品を自動で分類して簡単に管理できる
- 小説の未読話数がひと目でわかり前回の続きから読める
- フォローしたユーザーの活動を追える
- 通知
- 小説の更新や作者の新作の情報を受け取れる
- 閲覧履歴
- 以前読んだ小説が一覧で見つけやすい
アカウントをお持ちの方はログイン
ビューワー設定
文字サイズ
背景色
フォント
組み方向
機能をオンにすると、画面の下部をタップする度に自動的にスクロールして読み進められます。
応援すると応援コメントも書けます